30/12/12

Anno Domini 2013

“2013” itulah angka yang 2-3 hari kedepan akan menghiasi halaman surat kabar harian di pojok kanan atas halaman di samping nama bulan. Angka ini lahir dari sistem penanggalan yang disebut “The Gregorian Calendar” atau “Christian Calendar” atau yang dikenal di Indonesia sebagai kalender Masehi”.

Kalender Gregorian diambil dari nama seorang Paus, Paus Gregorius XIII tepatnya. Sang Paus dalam sejarahnya memodifikasi penanggalan Julian yang merupakan dasar dari kalender Masehi sekarang ini.

Penanggalan Julian adalah hasil prakarsa Kaisar Romawi yang terkenal Julius Caesar, ia memperbaiki sistem penangalan Romawi (sistem penanggalan ini diperkenalkan pada abad ke-VII) dengan berdasar rotasi bumi terhadap Matahari, yakni sebanyak 365 hari dan 1/4 hari. Dari ¼ hari yang terkumpul setiap tahunnya kemudian ditambahkan setiap empat tahun sekali ke dalam perhitungan tahun yang ke empat tersebut, yang dikenal dengan nama tahun Kabisat.

Setelah cukup lama digunakan ternyata penanggalan Julian 11 menit 14 detik lebih panjang dibanding dengan tahun matahari. Akibatnya perhitungan hari dalam setahun kurang 10 hari. Maka sang Paus mengeluarkan maklumat pada Konsili Nicea I, bahwa gereja menambahkan 10 hari dari penanggalan Julian. Ia juga menetapkan bahwa tahun-tahun dalam setiap abad yang dapat dibagi dengan 400 adalah tahun kabisat.

Penanggalan ini (Gregorian) menggunakan patokan tahun pertama kelahiran Yesus sebagai tahun 1 Masehi. Sehingga tahun-tahun sesudahnya disebut Anno Domini (disingkat AD), yang bermakna “the year of the lord” (tahun tuhan kami) sedangkan tahun sebelumnya kelahiran Yesus disebut “Before Christ” (dengan singkatan BC) atau meminjam istilah bahasa Indonesia “sebelum Masehi”.Tak ubahnya kalender Masehi yang berpatokan dengan kelahiran Yesus, kalender Hijriyah atawa kalender Islam berpatokan dengan Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bedanya ia dimulai dari hijrah Rasulu’l-llah shalla ‘l-llahi alaihi wa sallam bukan kelahiran sang Nabi.

Sebelum adanya penanggalan Islam atau Hijriyah, Kaum Arab belum memiliki sistem penanggalan yang jelas. Mereka (kaum Arab) dalam menentukan kelahiran seseorang, usia seseorang dan sebagainya berpatokan pada kejadian-kejadian 'besar' yang terjadi di tahun tersebut atau berpatokan pada tokoh yang terkenal pada saat itu.

Sebagai contoh Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dicatat dalam sejarah kelahirannya ketika "a mu fiel " atau "tahun gajah", begitu juga abu bakar "ba'da aa mu fiel bi tsalaastati sinien" (Lahir setelah tiga tahun kejadian tahun gajah).Dan begitu pula yang berpatokan dengan pada tokoh. Layaknya Rabi'e bin Al-fazari dalam syairnya menjelaskan bahwa usianya sama dengan Hajjar bin Amroe Abie Amrie Alqois.

“Engkau mengirimkan surat yang tidak ada tanggalnya, “begitu tulis Abu musa Al-Asyarie kepada Amirul Mukminin Umar Radiyallahu anhu. Di saat yang lain Umar bin Khattab menerima sebuah cek bertuliskan dari fulan kepada fulan yang lain yang berhutang yang waktu pelunasannya di bulan Sya’ban. Umar berkata, “Bulan Sya’ban yang mana? Apakah Sya’ban tahun ini, tahun sebelumnya, atau tahun depan?”

Tak ayal Umar pun menggelar musyawarah dalam menentukan sistem penanggalan untuk Daulah Islamiah saat itu. Dengan teritorial kepemimpinan Umar yang cukup luas saat itu, surat-menyurat tak terelakan, terlebih surat perintah, maka tanpa adanya keterangan waktu tentu cukup merepotkan.

Dalam musyawarah, sistem penanggalan Romawi dan Persia dipaparkan, namun Sahabat Ridwanullah alaihim tidak mencapai kata sepakat. Selanjutnya mereka sepakat untuk memakai sistem penanggalan yang mengacu pada Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) sebagaimana yang telah maklum bahwa bulan-bulan Islam dan cara menentukannya telah diketahui sejak zaman Rasul namun penentuan waktu saja yang belum ada pada zaman itu.

“Penanggalan mengacu pada saat diutusnya Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), ” ujar sebagian, sedangkan yang lain berujar “dari wafatnya”,dari “lahirnya”, dan akhirnya mereka para sahabat sepakat bahwa sistem penanggalan mereka ini berpatokan dengan Hijrahnya Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dari Makkah.

“Lantas, dengan bulan apa dimulai?” “Ramadhan,” jawab sebagian lain. Namun kesepakatan ada pada bulan Muharram sebagai bulan pertama, dengan alasan pada saat itu umat Muslim pulang dari haji dan merupakan bulan “haram”. Hal ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan: Kenapa tahun Hijriyah dimulai dengan bulan Muharram sedangkan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) berhijrah di bulan Rabiul-Awwal?

Sejak saat itu diberlakukanlah sistem penanggalan Hijriyah, tepatnya pada tahun ke 16 setelah hijrahnya Rasulullah. Dan proses musyawarah dalam menentukan penanggalan hijriyah ini diabadikan oleh Imam Thobary dalam kitabnya “Tarikh at-thobary”.
Apesnya, umat muslim Indonesia lebih familiar dengan penanggalan buatan “Sang Paus” daripada penanggalan seorang yang merupakan salah satu dari 10 orang yang dijamin masuk surga yaitu Umar bin Khattab Radiyallahu anhu. Lantas Anak- anak bangsa, asing dengan agamanya sendiri?

Bunyi terompet, raungan motor, letupan kembang api, dan sebagianya sudah sewajarnya dijauhi oleh umat Muslim. Alasannya sederhana; perayaan yang diakui dalam ajaran Islam hanya dua. Sebagaimana yang direkam oleh Abu Daud di Kitab Sunan-nya; “Diriwayatakan dari Anas bin Malik: suatu saat Nabi memasuki kota madinah setelah menempuh perjalanan, di dalam kota suasana ramai selama 2 hari. Nabi Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bertanya, “Suasana kota ini ramai, ada apa gerangan?” jawab orang-orang: “Kami mengadakan suatu permainan untuk menyambut hari raya jahiliyah” kemudian nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantinya dengan hari raya qurban dan fitri.” (HR.Abu Dawud).

Terbuangnya waktu dan uang,banyaknya wanita yang tidak menutup bagian yang seharusnya ditutup, dan akan banyak kemunkaran dalam pesta-pesta seperti ini rasanya cukup menjadi alasan untuk kita absen pada saat mengikutinya, apalagi ikut merayakannya.

Terlebih Rasulullah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah bersabda; "Min husni islami Al-mar I tarkuhu ma la ya'niehi." (Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadist Hasan Riwayat Tirmidzi). Wallahhu a'lam bi 'l-showab

19/12/12

Makhluk Jelita bernama Wanita



Wanita….


Makhluk indah yang diciptakan Tuhan


Darinya lahir Imam Syafi'I, Imam Ahmad, dan segala pejuang Islam hingga akhir zaman.


Akankah Imam Syafi'I lahir dari wanita yang gemar memamerkan rambut panjang nan indahnya kepada dunia ?


Akankah iyanya lahir dari seorang Ibu yang tidak sungkan lagi bercanda dengan lawan jenisnya yang bukan mahramnya?


Akankah….. ?


Wanita…


sehebat apapun pria iya mesti patuh padamu ,..


Patuhilah ibumu ujar Nabi, siapa lagi ya Rasul?


Ibumu…siapa lagi? ..Ibumu! …


Wanita ..


Tahukah engkau? …


Seorang pria rela bekerja dari ba'da Ashar sampai jam 11 malam..


Yang mengakibatkan lembaran lembaran literatur ulama menjadi sedikit terjamah


Entahlah hal gila apa yang bisa memotivasinya untuk berbuat demikian kalau bukan dirimu..


Wahai Wanita…


Jikalau kau tau banyak Kucing disekitar rumahmu akankah Ibumu membiarkan Ikan asin yang disiapkan untuk makan siang sang suami dan anak anak di atas meja terbuka? Atau ia akan menutupnya agar tidak dijambret Kucing?


Well, sudahlah bukanlah sebuah kebaikan memamerkan paras jelitamu di pp Facebookmu atau memamerkan senyummu yang lebih indah dari pelangi di Ava twitter …


Bukankah Fatimah putri Nabi mewasiatkan untuk dikubur pada malam hari karena ia malu tubuhnya yang terlilit kafan dilihat oleh khalayak?


Jangan kau takut Pangeran itu tak akan datang, kalau lah Allah sudah menulisnya pria itu akan datang, dan di malam itu setelah akad dia kan berkata


"Bolehkah aku mencium sebutir debu yang menempel di keningmu?"








07/11/12

Tentang Kami


Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh…
Ahlan Wa Sahlan …

Terima Kasih telah berkunjung ke blog ini moga kita mendapatkan manfaat darinya.
Blog ini merupakan kumpulan tulisan pribadi baik yang sudah di publikasikan via jejaring social,beberapa situs –situs internet ataupun yang belum.Dan terdapat pula beberapa tulisan yang diambil dari penulis lain. Dengan latar belakang saya yang tidak jauh dari dunia pesantren dan pendidikan Islam tak ayal muatan blog ini berkaitan erat dengan ajaran Islam.

Namun dengan keterbatasan ilmu tentu tulisan –tulisan ini jauh dari sempurna.Maka kurang lebihnya mohon dimaafkan dan saran serta kritik selalu kami harapkan dar pembaca sekalian.
Akhirul kalam ….semoga tulisan tulisan ini dapat menjadi sebab terhapusnya dosa – dosa ,sebagai wasilah untuk menggapai Ridho Allah 'Azza wa jalla,dan sebagai hujjah untuk penulis bukan hujjah atas penulis. Selamat membaca! Moga bermanfaat…

Biodata Penulis :

Nama  : Rizqo Kamil Ibrahim

Alamat : Asrama Kampus Universitas Islam Madinah KSA

Pekerjaan : Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah semester 4

Facebook : rixzun@yahoo.com 

Twitter : rizqokamil13

Mobile : +966544807277



01/11/12

Khutbah Nabi

Dari Abu Zaid (yaitu Amr bin Akhthab Radhiyallahu anhu), Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam shalat Shubuh berjamaah (mengimami) kami, lalu (setelah shalat) beliau naik ke mimbar dan berkhutbah kepada kami sampai tiba waktu shalat Zhuhur. Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam turun dari mimbar dan shalat berjamaah (mengimami) kami. (Setelah shalat) Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam naik (lagi) ke mimbar dan berkhutbah kepada kami sampai tiba waktu shalat Ashar, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam turun dari mimbar dan shalat berjamaah (mengimami) kami. (Setelah shalat) kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam naik ke mimbar lagi dan berkhutbah kepada kami sampai saat matahari terbenam. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam mengkhabarkan kami tentang apa-apa saja yang sudah terjadi dan yang akan terjadi. (Abu Zaid) berkata, Orang yang paling mengetahui adalah orang yang paling hafal di antara kami[HR. Muslim (no. 2892), al-Hakim (IV/487) dan Ahmad (V/341) dari Shahabat Amr bin Akhthab Radhiyallahu anhu]

Kritik bagai Kripik


Mengajari burung tuk terbang, ikan tuk berenang, serigala tuk memangsa terdengar menggelikan.

Namun, ada kalanya burung lupa bagaimana tuk terbang, amnesia, dikiranya dirinya itik.
Serigala memakan rumput diantara domba, ha ha amnesia pula si pengaung.

Terdengar layaknya "fabel" atawa "fairi tales"
namun sejatinya, sesuatu yang sounds like "dongeng" terkadang menghampiri hidup kita..

Walhasil..

Mari saling menasehati

Mari saling mentahdzir

Mari saling mengkritik

Mari saling menyalahkan

Abu Ismail Rizqo
Ramadhan,10 1432

KERANCUAN SEJARAH WAHHABI : Sebuah kritik atas pertentangan memoar Hempher dalam Buku Catatan Harian Seorang Mata-Mata: Kisah Penyusupan Mata-Mata Inggris untuk Menghancurkan Islam

Oleh Rimbun Natamarga

Tanpa disadari banyak pihak, istilah Wahhabi atau Wahabi ternyata digunakan secara luas. Wahhabi bukan Arab Saudi. Atau, Wahhabi bukan sekedar ditujukan pada kelompok Salafi. Bukan pula terbatas hanya kepada Al-Qaeda dan Osama bin Laden.
Di Indonesia saja, kelompok-kelompok peledak bom, dari mulai kelompok Imam Samudra, Nurdin M. Top dan Dr. Azahari sampai kelompok Saifuddin Zuhri dikatakan sebagai orang-orang Wahhabi. Bahkan, Hizbut Tahrir Indonesia dan Partai Keadilan Sejahtera terkadang dikatakan publik sebagai kelompok Wahabi. Ini bagi yang jeli mengamati sejarah Islam kontemporer di Indonesia.

Sejatinya, istilah Wahhabi berasal dari pihak yang tidak menyukai Muhammad bin Abdil Wahhab, dakwah dan para pengikutnya. Pemilihan kata Wahhabi berdiri di atas dalih penghormatan mereka—orang-orang dari pihak yang tidak suka itu—terhadap Nabi Muhammad; mereka tidak mau menyandarkan julukan negatif untuk orang dan dakwah yang tidak mereka sukai kepada nama sosok yang justru mereka hormati (Nabi Muhammad). Sebab, seharusnya, kalau disandarkan gerakan Wahhabi kepada Muhammad bin Abdilwahhab, maka sebutannya adalah Muhammadi. Bukan Wahhabi.
Karena itu, adalah lumrah dalam tulisan-tulisan mereka, Muhammad bin Abdil Wahhab ditulis dengan kata ganti “Ibnu Abdil Wahhab,” “al-Wahhab,” “Abdul Wahhab” atau bahkan “Nejed.” Sepintas, bisa saja dikatakan bahwa penggunaan kata ganti yang seperti ini menuruti tradisi penulisan orang-orang Barat. Akan tetapi, kenyataan yang ada tidak seperti itu.

31/10/12

Ketika Televisi "Bertasbih" (KTB)

Ketika Ramadlan datang, kita melihat  desa.  kota, surau,  masjid, pasar tradisional, mal, sekolah , intansi pemerintahan, pria - wanita, tua - muda, menyambut dan memeriahkan kedatangan bulan Ramadhan bak raja yang datang ditengah tengah rakyat.
Terbungkusnya rambut indah kasir swalayan dengan kerudung, naik daunnya cendol dan cincau, pesantren kilat, kuliah Shubuh, buka bersama, spanduk berisi ucapan selamat beribadah Puasa yang menghiasi rayanya jalan, jamaah masjid yang membludak, merupakan beberapa trend Ramadhan di bumi pertiwi.

Tak hanya itu, seakan tak mau ketinggalan, televisi yang kerap dituduh sebagai biang jeleknya moral anak–anak, kursus gratis bagi penjahat, penjaja pornography dan sebagainya ini pun tiba-tiba terlihat berkalung surban, bertasbih pula.

Sayangnya surban yang dikalungkan dan tasbihnya televisi lebih terlihat sebagai kamuflase, melihat di dalam Ramadhan ada acara yang digadang sebagai acara khusus Ramadhan tetapi malah merusak ibadah Puasa.

Sebut saja acara lawak yang menghiasi layar kaca ketika sahur dan menjelang berbuka. Televisi seakan akan memaksa para penonton untuk memulai puasa dan mengakhirinya dengan gelak tawa. Seakan tidak peduli dengan sakralnya Ramadhan. Entahlah apakah ketidaktahuan yang ada di benak mereka yang di balik layar akan kerusakan yang ditimbulkan acara ini atau memang modal lebih penting daripada moral?

Berbicara tentang kerusakan acara-acara ini, tentunya kerusakan tersebut dilihat dari sisi keislaman, mengingat acara acara ini bertemakan acara islami. Di dalam agama Islam tidaklah sesuatu disebut Islami kecuali memenuhi dua syarat: yang pertama Sesuai dengan petunjuk Allah yang langsung lewat kalamnya (Al-quran) dan yang kedua Sesuai dengan petunjuk Allah yang tidak langsung atau melalui perantara kalam Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam (As-Sunnah).

Melihat dua syarat diatas acara –acara kocak tersebut nampaknya belum memenuhi syarat bahkan bisa dikategorikan sebagai acara tidak Islami. Bukan tanpa alasan, banyak hal hal yang bertentangan dengan syariat.

Mengandung Kebohongan

Acara tersebut mengandung cerita cerita bohong di dalamnya, padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan, "Celakalah bagi seseorang yang bercerita dengan suatu cerita, agar orang lain tertawa maka ia berdusta, maka kecelakaan baginya, kecelakaan baginya"(HR.Abu Dawud)

Dan juga sabdanya,

"Aku akan memberikan jaminan sebuah rumah di pinggir surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar, dan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta sekalipun ia bercanda, serta rumah di bagian atas surga bagi orang yang akhlaknya bagus". [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (4800). Lihat Ash-Shohihah (494)]

Apatah lagi jika kebohongan tersebut di  dalam bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewanti wanti hal ini sebagaimana sabdanya, “barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)

Islam sejatinya tidak melarang umatnya bercanda,  namun bercanda hendaknya tidak keluar dari rel yang ada, Rasulullah sebagai teladan ummat pernah sesekali bercanda namun canda beliau tidaklah berangkat dari sebuah kebohongan.
Menampilkan Pendidikan yang tidak baik bagi Anak-anak

Tak hanya berbohong, acara –acara tersebut juga mengandung pendidikan yang tidak baik bagi anak- anak seperti melecehkan orang lain, menjahili dan sebagainya. Sebagaimana yang telah maklum anak – anak merupakan peniru yang baik.

Dan bukan tidak mungkin bisa jadi para komedian termasuk orang – orang yang dibicarakan di hadist ini: "Barang siapa menunjukkan kepada jalan kejelekan, maka dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang melakukannya, tanpa dikurangi sedikitpun” (HR.Muslim)

Aurat Wanita dan ikhtilat

Kerusakan yang lain dari acara ini adalah ditampakannya aurat wanita. Sebagaimana yang telah lumrah ulama sepakat bahwasanya rambut, leher, lengan dan berbagai bagaian tubuh wanita merupakan aurat kecuali wajah dan telapak tangan.

Menyoal aurat, Allah telah memerintahkan hambanya untuk menahan pandangannya dari melihat bagian-bagian tersebut, sebagaimana firmaNya -yang artinya-,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An-Nur: 30 – 31)
Karena beberapa acara-acara menjelang sahur dan berbuka ini,  puasa yang mestinya menjadi momen yang tepat untuk memuasakan mata dari hal-hal yang dilarang -layaknya melihat rambut, leher wanita atau yang lebih dari itu- malah tidak tercapai. Yang ada mata memulai puasanya dengan melihat aurat dan megakhirinya dengan melihat hal yang dilarang menjelang berbuka. 
Padahal, setiap aurat wanita yang dilihat mata ini ada konsekuensi buruknya, baik di dunia maupun di akhirat, bahkan di dalam sebuah hadits melihat aurat di labeli dengan "zina mata". Sebaliknya, menahan pandangan dari wanita yang bukan mahram memiliki banyak manfaat yang akan diterima pelakunya baik di dunia dan akhirat. Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari melihat hal-hal yang haram maka dia akan meraih keutamaan- keutamaan sebagai berikut,

1)    Menyelamatkan hati dari pedihnya penyesalan karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka akan berkepanjangan penyesalan dan penderitaannya. Pandangan ibarat bunga api yang menimbulkan besarnya nyala api

2)    Menimbulkan cayaha dan kemuliaan di hati yang akan nampak di mata, di wajah, serta di anggota tubuh yang lain

3)    Akan menimbulkan firasat (yang baik) bagi orang yang menjaga pandangannya. Karena firasat bersal dari cahaya dan merupkan buah dari cahaya tersebut. Maka jika hati telah bercahaya akan timbuk firasat yang benar karena hati tersebut akhirnya ibarat kaca yang telah dibersihkan.

4)    Akan membukakan baginya pintu-pintu dan jalan-jalan ilmu

5)    menimbulkan kekuatan hati  dan keteguhan hati serta keberanian hati

6)    Menimbulkan kegembiraan dalam hati dan kesenangan serta kelapangan dada yang hal ini lebih nikmat dibandingkan keledzatan dan kesenangan tatkala mengumbar pandangan.

7)    Terselamatkannya hati dari tawanan syahwat

8)    Menutup pintu diantara pintu-pintu api neraka jahannam karena pandangan adalah pintu syahwat yang mengantarkan seesorang untuk mengambil tindakan (selanjutnya yang lebih diharamkan lagi-pen). Adapun menunundukkan pandangan menutup pintu ini

9)    Menguatkan akal dan daya fikir serta menambahnya dan menegarkannya karena mengumbar pandangan tidaklah terjadi kecuali karena sempitnya dan ketidakstabilan daya pikir dengan tanpa memperhitungkan akibat-akibat buruk yang akan timbul.

10) Hati terselamatkan dari mabuk kepayang karena syahwat dan mampu menolak hantaman kelalaian. Allah berfirman tentang orang-orang yang mabuk kepayang: "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)". (QS. 15:72)

Itulah sekelumit hal-hal dalam acara tersebut yang dapat mengotori puasa, mudah mudahan di tahun tahun mendatang insan pertelevisian lebih cerdas dalam menayangkan acara dan begitu pula  masyarakat mestinya juga cerdas dalam memilih tontonan.
Wallahu ta'ala a'lam.

19/10/12

Beramallah untuk duniamu seolah-olah ...

Muhammad Nashruddin al-Albani

Beramallah untuk duniamu seolah-olah ...

"Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau mati besok."


Sekalipun riwayat di atas sangat masyhur dan hampir setiap orang mengutipnya, tetapi sanadnya tidak ada yang marfu'. Bahkan Syekh Abdul Karim al-Amri tidak mencantumkannya dalam kitabnya al-Jad...

dul-Hatsits fi Bayani ma laysa bi Hadits.
Namun, saya telah mendapatkan sumbernya dengan sanad yang mauquf (pada sahabat) yaitu diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitab Gharibul-Hadits I/46, dengan matan "Ihrits lidunyaaka ..." dan seterusnya.

Juga saya dapatkan dalam riwayat Ibnu Mubarak pada kitab az-Zuhud II/28 dengan sanad lain yang juga mauquf dan munqathi' (tidak bersambung).

Ringkasnya, riwayat hadits tersebut dha'if karena adanya dua penyakit dalam sanadnya. Pertama, majhulnya (asingnya) maula (budak/pengikut) Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu perawi sanadnya. Kedua, dha'ifnya pencatat bagi Laits yang bernama Abdullah bin Shaleh, yang juga merupakan perawi sanad dalam riwayat ini.