31/10/12

Ketika Televisi "Bertasbih" (KTB)

Ketika Ramadlan datang, kita melihat  desa.  kota, surau,  masjid, pasar tradisional, mal, sekolah , intansi pemerintahan, pria - wanita, tua - muda, menyambut dan memeriahkan kedatangan bulan Ramadhan bak raja yang datang ditengah tengah rakyat.
Terbungkusnya rambut indah kasir swalayan dengan kerudung, naik daunnya cendol dan cincau, pesantren kilat, kuliah Shubuh, buka bersama, spanduk berisi ucapan selamat beribadah Puasa yang menghiasi rayanya jalan, jamaah masjid yang membludak, merupakan beberapa trend Ramadhan di bumi pertiwi.

Tak hanya itu, seakan tak mau ketinggalan, televisi yang kerap dituduh sebagai biang jeleknya moral anak–anak, kursus gratis bagi penjahat, penjaja pornography dan sebagainya ini pun tiba-tiba terlihat berkalung surban, bertasbih pula.

Sayangnya surban yang dikalungkan dan tasbihnya televisi lebih terlihat sebagai kamuflase, melihat di dalam Ramadhan ada acara yang digadang sebagai acara khusus Ramadhan tetapi malah merusak ibadah Puasa.

Sebut saja acara lawak yang menghiasi layar kaca ketika sahur dan menjelang berbuka. Televisi seakan akan memaksa para penonton untuk memulai puasa dan mengakhirinya dengan gelak tawa. Seakan tidak peduli dengan sakralnya Ramadhan. Entahlah apakah ketidaktahuan yang ada di benak mereka yang di balik layar akan kerusakan yang ditimbulkan acara ini atau memang modal lebih penting daripada moral?

Berbicara tentang kerusakan acara-acara ini, tentunya kerusakan tersebut dilihat dari sisi keislaman, mengingat acara acara ini bertemakan acara islami. Di dalam agama Islam tidaklah sesuatu disebut Islami kecuali memenuhi dua syarat: yang pertama Sesuai dengan petunjuk Allah yang langsung lewat kalamnya (Al-quran) dan yang kedua Sesuai dengan petunjuk Allah yang tidak langsung atau melalui perantara kalam Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam (As-Sunnah).

Melihat dua syarat diatas acara –acara kocak tersebut nampaknya belum memenuhi syarat bahkan bisa dikategorikan sebagai acara tidak Islami. Bukan tanpa alasan, banyak hal hal yang bertentangan dengan syariat.

Mengandung Kebohongan

Acara tersebut mengandung cerita cerita bohong di dalamnya, padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan, "Celakalah bagi seseorang yang bercerita dengan suatu cerita, agar orang lain tertawa maka ia berdusta, maka kecelakaan baginya, kecelakaan baginya"(HR.Abu Dawud)

Dan juga sabdanya,

"Aku akan memberikan jaminan sebuah rumah di pinggir surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar, dan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta sekalipun ia bercanda, serta rumah di bagian atas surga bagi orang yang akhlaknya bagus". [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (4800). Lihat Ash-Shohihah (494)]

Apatah lagi jika kebohongan tersebut di  dalam bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewanti wanti hal ini sebagaimana sabdanya, “barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)

Islam sejatinya tidak melarang umatnya bercanda,  namun bercanda hendaknya tidak keluar dari rel yang ada, Rasulullah sebagai teladan ummat pernah sesekali bercanda namun canda beliau tidaklah berangkat dari sebuah kebohongan.
Menampilkan Pendidikan yang tidak baik bagi Anak-anak

Tak hanya berbohong, acara –acara tersebut juga mengandung pendidikan yang tidak baik bagi anak- anak seperti melecehkan orang lain, menjahili dan sebagainya. Sebagaimana yang telah maklum anak – anak merupakan peniru yang baik.

Dan bukan tidak mungkin bisa jadi para komedian termasuk orang – orang yang dibicarakan di hadist ini: "Barang siapa menunjukkan kepada jalan kejelekan, maka dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang melakukannya, tanpa dikurangi sedikitpun” (HR.Muslim)

Aurat Wanita dan ikhtilat

Kerusakan yang lain dari acara ini adalah ditampakannya aurat wanita. Sebagaimana yang telah lumrah ulama sepakat bahwasanya rambut, leher, lengan dan berbagai bagaian tubuh wanita merupakan aurat kecuali wajah dan telapak tangan.

Menyoal aurat, Allah telah memerintahkan hambanya untuk menahan pandangannya dari melihat bagian-bagian tersebut, sebagaimana firmaNya -yang artinya-,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An-Nur: 30 – 31)
Karena beberapa acara-acara menjelang sahur dan berbuka ini,  puasa yang mestinya menjadi momen yang tepat untuk memuasakan mata dari hal-hal yang dilarang -layaknya melihat rambut, leher wanita atau yang lebih dari itu- malah tidak tercapai. Yang ada mata memulai puasanya dengan melihat aurat dan megakhirinya dengan melihat hal yang dilarang menjelang berbuka. 
Padahal, setiap aurat wanita yang dilihat mata ini ada konsekuensi buruknya, baik di dunia maupun di akhirat, bahkan di dalam sebuah hadits melihat aurat di labeli dengan "zina mata". Sebaliknya, menahan pandangan dari wanita yang bukan mahram memiliki banyak manfaat yang akan diterima pelakunya baik di dunia dan akhirat. Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari melihat hal-hal yang haram maka dia akan meraih keutamaan- keutamaan sebagai berikut,

1)    Menyelamatkan hati dari pedihnya penyesalan karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka akan berkepanjangan penyesalan dan penderitaannya. Pandangan ibarat bunga api yang menimbulkan besarnya nyala api

2)    Menimbulkan cayaha dan kemuliaan di hati yang akan nampak di mata, di wajah, serta di anggota tubuh yang lain

3)    Akan menimbulkan firasat (yang baik) bagi orang yang menjaga pandangannya. Karena firasat bersal dari cahaya dan merupkan buah dari cahaya tersebut. Maka jika hati telah bercahaya akan timbuk firasat yang benar karena hati tersebut akhirnya ibarat kaca yang telah dibersihkan.

4)    Akan membukakan baginya pintu-pintu dan jalan-jalan ilmu

5)    menimbulkan kekuatan hati  dan keteguhan hati serta keberanian hati

6)    Menimbulkan kegembiraan dalam hati dan kesenangan serta kelapangan dada yang hal ini lebih nikmat dibandingkan keledzatan dan kesenangan tatkala mengumbar pandangan.

7)    Terselamatkannya hati dari tawanan syahwat

8)    Menutup pintu diantara pintu-pintu api neraka jahannam karena pandangan adalah pintu syahwat yang mengantarkan seesorang untuk mengambil tindakan (selanjutnya yang lebih diharamkan lagi-pen). Adapun menunundukkan pandangan menutup pintu ini

9)    Menguatkan akal dan daya fikir serta menambahnya dan menegarkannya karena mengumbar pandangan tidaklah terjadi kecuali karena sempitnya dan ketidakstabilan daya pikir dengan tanpa memperhitungkan akibat-akibat buruk yang akan timbul.

10) Hati terselamatkan dari mabuk kepayang karena syahwat dan mampu menolak hantaman kelalaian. Allah berfirman tentang orang-orang yang mabuk kepayang: "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)". (QS. 15:72)

Itulah sekelumit hal-hal dalam acara tersebut yang dapat mengotori puasa, mudah mudahan di tahun tahun mendatang insan pertelevisian lebih cerdas dalam menayangkan acara dan begitu pula  masyarakat mestinya juga cerdas dalam memilih tontonan.
Wallahu ta'ala a'lam.

19/10/12

Beramallah untuk duniamu seolah-olah ...

Muhammad Nashruddin al-Albani

Beramallah untuk duniamu seolah-olah ...

"Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau mati besok."


Sekalipun riwayat di atas sangat masyhur dan hampir setiap orang mengutipnya, tetapi sanadnya tidak ada yang marfu'. Bahkan Syekh Abdul Karim al-Amri tidak mencantumkannya dalam kitabnya al-Jad...

dul-Hatsits fi Bayani ma laysa bi Hadits.
Namun, saya telah mendapatkan sumbernya dengan sanad yang mauquf (pada sahabat) yaitu diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitab Gharibul-Hadits I/46, dengan matan "Ihrits lidunyaaka ..." dan seterusnya.

Juga saya dapatkan dalam riwayat Ibnu Mubarak pada kitab az-Zuhud II/28 dengan sanad lain yang juga mauquf dan munqathi' (tidak bersambung).

Ringkasnya, riwayat hadits tersebut dha'if karena adanya dua penyakit dalam sanadnya. Pertama, majhulnya (asingnya) maula (budak/pengikut) Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu perawi sanadnya. Kedua, dha'ifnya pencatat bagi Laits yang bernama Abdullah bin Shaleh, yang juga merupakan perawi sanad dalam riwayat ini.