30/12/12

Anno Domini 2013

“2013” itulah angka yang 2-3 hari kedepan akan menghiasi halaman surat kabar harian di pojok kanan atas halaman di samping nama bulan. Angka ini lahir dari sistem penanggalan yang disebut “The Gregorian Calendar” atau “Christian Calendar” atau yang dikenal di Indonesia sebagai kalender Masehi”.

Kalender Gregorian diambil dari nama seorang Paus, Paus Gregorius XIII tepatnya. Sang Paus dalam sejarahnya memodifikasi penanggalan Julian yang merupakan dasar dari kalender Masehi sekarang ini.

Penanggalan Julian adalah hasil prakarsa Kaisar Romawi yang terkenal Julius Caesar, ia memperbaiki sistem penangalan Romawi (sistem penanggalan ini diperkenalkan pada abad ke-VII) dengan berdasar rotasi bumi terhadap Matahari, yakni sebanyak 365 hari dan 1/4 hari. Dari ¼ hari yang terkumpul setiap tahunnya kemudian ditambahkan setiap empat tahun sekali ke dalam perhitungan tahun yang ke empat tersebut, yang dikenal dengan nama tahun Kabisat.

Setelah cukup lama digunakan ternyata penanggalan Julian 11 menit 14 detik lebih panjang dibanding dengan tahun matahari. Akibatnya perhitungan hari dalam setahun kurang 10 hari. Maka sang Paus mengeluarkan maklumat pada Konsili Nicea I, bahwa gereja menambahkan 10 hari dari penanggalan Julian. Ia juga menetapkan bahwa tahun-tahun dalam setiap abad yang dapat dibagi dengan 400 adalah tahun kabisat.

Penanggalan ini (Gregorian) menggunakan patokan tahun pertama kelahiran Yesus sebagai tahun 1 Masehi. Sehingga tahun-tahun sesudahnya disebut Anno Domini (disingkat AD), yang bermakna “the year of the lord” (tahun tuhan kami) sedangkan tahun sebelumnya kelahiran Yesus disebut “Before Christ” (dengan singkatan BC) atau meminjam istilah bahasa Indonesia “sebelum Masehi”.Tak ubahnya kalender Masehi yang berpatokan dengan kelahiran Yesus, kalender Hijriyah atawa kalender Islam berpatokan dengan Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bedanya ia dimulai dari hijrah Rasulu’l-llah shalla ‘l-llahi alaihi wa sallam bukan kelahiran sang Nabi.

Sebelum adanya penanggalan Islam atau Hijriyah, Kaum Arab belum memiliki sistem penanggalan yang jelas. Mereka (kaum Arab) dalam menentukan kelahiran seseorang, usia seseorang dan sebagainya berpatokan pada kejadian-kejadian 'besar' yang terjadi di tahun tersebut atau berpatokan pada tokoh yang terkenal pada saat itu.

Sebagai contoh Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dicatat dalam sejarah kelahirannya ketika "a mu fiel " atau "tahun gajah", begitu juga abu bakar "ba'da aa mu fiel bi tsalaastati sinien" (Lahir setelah tiga tahun kejadian tahun gajah).Dan begitu pula yang berpatokan dengan pada tokoh. Layaknya Rabi'e bin Al-fazari dalam syairnya menjelaskan bahwa usianya sama dengan Hajjar bin Amroe Abie Amrie Alqois.

“Engkau mengirimkan surat yang tidak ada tanggalnya, “begitu tulis Abu musa Al-Asyarie kepada Amirul Mukminin Umar Radiyallahu anhu. Di saat yang lain Umar bin Khattab menerima sebuah cek bertuliskan dari fulan kepada fulan yang lain yang berhutang yang waktu pelunasannya di bulan Sya’ban. Umar berkata, “Bulan Sya’ban yang mana? Apakah Sya’ban tahun ini, tahun sebelumnya, atau tahun depan?”

Tak ayal Umar pun menggelar musyawarah dalam menentukan sistem penanggalan untuk Daulah Islamiah saat itu. Dengan teritorial kepemimpinan Umar yang cukup luas saat itu, surat-menyurat tak terelakan, terlebih surat perintah, maka tanpa adanya keterangan waktu tentu cukup merepotkan.

Dalam musyawarah, sistem penanggalan Romawi dan Persia dipaparkan, namun Sahabat Ridwanullah alaihim tidak mencapai kata sepakat. Selanjutnya mereka sepakat untuk memakai sistem penanggalan yang mengacu pada Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) sebagaimana yang telah maklum bahwa bulan-bulan Islam dan cara menentukannya telah diketahui sejak zaman Rasul namun penentuan waktu saja yang belum ada pada zaman itu.

“Penanggalan mengacu pada saat diutusnya Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), ” ujar sebagian, sedangkan yang lain berujar “dari wafatnya”,dari “lahirnya”, dan akhirnya mereka para sahabat sepakat bahwa sistem penanggalan mereka ini berpatokan dengan Hijrahnya Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) dari Makkah.

“Lantas, dengan bulan apa dimulai?” “Ramadhan,” jawab sebagian lain. Namun kesepakatan ada pada bulan Muharram sebagai bulan pertama, dengan alasan pada saat itu umat Muslim pulang dari haji dan merupakan bulan “haram”. Hal ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan: Kenapa tahun Hijriyah dimulai dengan bulan Muharram sedangkan Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) berhijrah di bulan Rabiul-Awwal?

Sejak saat itu diberlakukanlah sistem penanggalan Hijriyah, tepatnya pada tahun ke 16 setelah hijrahnya Rasulullah. Dan proses musyawarah dalam menentukan penanggalan hijriyah ini diabadikan oleh Imam Thobary dalam kitabnya “Tarikh at-thobary”.
Apesnya, umat muslim Indonesia lebih familiar dengan penanggalan buatan “Sang Paus” daripada penanggalan seorang yang merupakan salah satu dari 10 orang yang dijamin masuk surga yaitu Umar bin Khattab Radiyallahu anhu. Lantas Anak- anak bangsa, asing dengan agamanya sendiri?

Bunyi terompet, raungan motor, letupan kembang api, dan sebagianya sudah sewajarnya dijauhi oleh umat Muslim. Alasannya sederhana; perayaan yang diakui dalam ajaran Islam hanya dua. Sebagaimana yang direkam oleh Abu Daud di Kitab Sunan-nya; “Diriwayatakan dari Anas bin Malik: suatu saat Nabi memasuki kota madinah setelah menempuh perjalanan, di dalam kota suasana ramai selama 2 hari. Nabi Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bertanya, “Suasana kota ini ramai, ada apa gerangan?” jawab orang-orang: “Kami mengadakan suatu permainan untuk menyambut hari raya jahiliyah” kemudian nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantinya dengan hari raya qurban dan fitri.” (HR.Abu Dawud).

Terbuangnya waktu dan uang,banyaknya wanita yang tidak menutup bagian yang seharusnya ditutup, dan akan banyak kemunkaran dalam pesta-pesta seperti ini rasanya cukup menjadi alasan untuk kita absen pada saat mengikutinya, apalagi ikut merayakannya.

Terlebih Rasulullah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah bersabda; "Min husni islami Al-mar I tarkuhu ma la ya'niehi." (Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadist Hasan Riwayat Tirmidzi). Wallahhu a'lam bi 'l-showab

0 komentar:

Posting Komentar